A. Rational Emotive
Therapy (RET)
1. Konsep
Dasar RET
Tokoh
utama dari Relative Emotional Therapy adalah Albert Ellis. RET dibangun
berdasarkan filosofi bahwa “apa yang menganggu jiwa manusia bukanlah
peristiwa-peristiwa, tetapi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka
terhadap peristiwa-peristiwa tersebut.” Terkait dengan peristiwa, hal yang
menjadi fokus RET adalah memusatkan peristiwa yang terjadi saat ini dan
bagaimana reaksi terhadap peristiwa tersebut. RET tidak memusatkan perhatian
pada peristiwa-peristiwa masa lalu di mana hal ini sejalan dengan ketidakpuasan
Albert terhadap teori psikoanalisa.
Teori
RET ini memiliki asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki potensi
rasional dan irasional di dalam dirinya. Albert Ellis menyatakan bahwa secara
alamiah manusia adalah irasional, mengalahkan dirinya sendiri, sehingga perlu
pemikiran dengan cara-cara lain. Seseorang berperilaku tertentu karena ia
percaya harus bertindak dalam cara itu. Sedangkan gangguan emosional terletak
pada keyakinan irasional. Dengan kata lain keyakinan irrasional lah yang
menyebabkan gangguan emosional. RET juga sering disebut sebagai pendekatan
konseling A-B-C-D-E. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa manusia membentuk
emosi dan perilakunya berdasarkan pikiran dan filsafat yang ditemukannya
sendiri yang dibentuk oleh lingkungan sosialnnya.
2.
Tujuan RET
Menurut
Thomson dan Rudolf (1983) tujuan dari terapi RET antara lain:
-
Mengajarkan untuk berpikir secara personal lebih puas dalam cara-cara
merealisasikan pilihan-pilihan antara kebencian diri dan perilaku negatif
-
Meningkat kepada perilaku positif dan efisien
Tujuan
utama terapi tersebut antara lain:
-Membantu
klien memahami kepercayaan irasionalnya
-Merubah
pemikiran yang lebih positif dan rasional
-Membantu
anak menjadi evaluator atas dirinya sendiri
3.
Teknik – Teknik RET
a.
Teknik-Teknik Kognitif,
adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien, yang meliputi
:
-
Pengajaran : menunjukkan betapa tidak logisnya cara berpikir klien sehingga
menimbulkan gangguan emosi dan mengajarkan caraa-cara berpikir yang lebih
positif dan rasional.
-
Persuasif : melalui berbagai argumentasi untuk mengubah pandangan yang keliru
-
Konfrontasi : menyerang ketidakrasionalan berpikir klien dan membawanya ke
arah berfikir yang lebih rasional.
-
Pemberian tugas : memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan
tertentu dalam situasi nyata.
b.
Teknik-Teknik emotif, adalah
teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Dalam teknik ini klien harus
diterima tanpa syarat. Termasuk teknik ini diantaranya adalah sosiodrama, role playing, modeling, ataupun self
modeling, latihan asertif, humor, dan latihan melawan rasa malu.
c.
Teknik-Teknik Perilaku,
digunakan untuk mengubah tingkah laku klien yang tidak diinginkan. Termasuk
teknik adalah melalui penerapan prinsip penguatan (reinforcement), teknik pemodelan sosial (social modelling), serta relaksasi.
B. Terapi
Perilaku (Behavior Therapy)
1. Konsep Dasar Terapi Perilaku
Teori
terapi behavioral berasal
dari konsepsi yang dikembangkan oleh hasil-hasil penelitian psikologi
eksperimental. Terutama dari Pavlov dengan classical conditioning-nya dan B.F
Skinner dengan operant conditioning-nya yang menurut mereka berguna untuk
pemecahan masalah-masalah tingkah laku abnormal dari yang sederhana. Berbeda dengan teori psikoanalisa yang menekankan pentingnya
perilaku klien dalam kaitannya dengan pengalaman hidup masa lampau, dalam teori
behavioral lebih menekankan kepada perilaku klien di sini dan saat ini.
Artinya, bahwa perilaku individu yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh suasana
lingkungan pada saat ini.
Dalam
konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil dari proses
belajar,sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar.
Dengan demikian, teori behavioral pada hakekatnya merupakanaplikasi
prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis dalam usaha menyembuhkan
tingkah laku yang diperoleh melalui hasil belajar yang kelirudan karenanya
harus dirubah melalui proses belajar,sehingga dapat lebih sesuai.
2. Tujuan Terapi Perilaku
Tujuan utama terapi behavioral adalah menghilangkan
tingkah laku yang maladaptif dan menggantikannya dengan tingkah laku baru yang
lebih sesuai, seperti menghapus pola perilku maladaptif anak dan membantu
mempelajari pola-pola tingkah laku yang lebih konstruktif, mengubah tingkah
laku maladaptif anak, serta menciptakan kondisi baru yang memungkinkan
terjadinya proses belajar ulang.
3. Teknik – Teknik Terapi Perilaku
Krumboltz mengemukakan bahwa terdapat empat metode dalam
konseling behavioral, yaitu:
-
Operant
Learning :
Metode dimana penguatan yang
dapat menghasilkan perilaku yang diharapkan, serta pemanfaatan situasi di luar
klien yang dapat memperkuat perilaku klien yang dikehendaki.
-
Unitative
Learning atau Social Modelling :
Metode dimana terapis perlu merancang perilaku
adaptif yang dapat dijadikan model bagi klien, dapat melalui rekaman,
pengajaran terprogram, video, fil, atau biografi orang.
-
Cognitive
Learning :
Metode yang banyak menekankan
pentingnya aspek perubahan kognitif klien.
-
Emotional
Learning :
Metode ini digunakan untuk individu yang mengalami kecemasan melalui penciptaan
situasi rileks.
Sedangkan
teknik yang biasa digunakan dalam keempat pendekatan atau metode diatas, antara
lain:
-
Disentisisasi sistemats, yaitu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah
laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku
yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan.
-
Latihan asertif,
yaitu latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan
kecemasan, dengan cara mempertahankan hak dan harga dirinya. Latihan ini tepat
untuk anak-anak yang sulit berkata “tidak” tidak dapat menyatakan kemarahannya,
atau merasa tidak punya hak untuk menyatakan pikiran dan perasaannya.
-
Terapi aversi,
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menghukum perilaku negatif
dan memperkuat perilaku positif dengan meningkatkan kepekaan klien agar
mengganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus
tersebut bersamaan dengan stimulus yang merugikan dirinya.
-
Penghentian pikiran, efektif digunakan untuk klien yang sangat cemas.
-
Kontrol diri,
untuk meningkatkan perhatian pada anak tugas-tugas tertentu melalui prosedur self assessment, mencatat diri sendiri,
menentukan tindakan diri sendiri, dan menyusun dorongan diri sendiri.
-
Pekerjaan rumah,
yaitu dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah yang kurang mampu
menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.
C. Terapi Kelompok (Group
Therapy)
1.
Konsep Dasar Terapi
Kelompok
Terapi Kelompok adalah terapi yang
melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh terapis untuk
memfokuskan pada kesadaran dan pengertian diri sendiri, memperbaiki hubungan
interpersonal, serta perubahan tingkah laku. Terapi ini diperkenalkan
sebagai cara untuk memahami hubungan antara proses kelompok dan pembelajaran
indivudual.
2.
Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan terapi kelompok, antara lain
individualisasi, untuk mengembangkan rasa memiliki, mengembangkan kemampuan
dasar untuk berpartisipasi, untuk meningkatkan kemampuan untuk memnerikan
kontribusi pada keputusan melalui pemikiran rasional dan penjelasan kelompok, meningkatkan
kemampuan respek terhadap keberbedaan orang lain serta untuk mengembangkan
iklim sosial yang hangat dan penuh penerimaan.
3.
Teknik – Teknik Terapi
Kelompok
a. Psikodrama:
variasi terapi kelompok dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran
emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya, dengan
tujuan membantu seorang pasien atau sekelompok pasien untuk mengatasi
masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan peran, drama, atau terapi
tindakan, dengan mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan,
agresi, pperasaan bersalah, dan kesedihan.
b. Role
Playing: variasi dari psikodrama yang tidak
menggunakan alat-alat sandiwara (drama) dan banyak digunakan untuk mendorong
pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai
situasi kelompok, seperti ruang kelas, program-program hubungan manusia dalam
bidang usaha dan industri dan dalam pertemuan-pertemuan latihan (training)
c. Encounter
Groups: bertujuan untuk membantu mengembangkan
kesadaran diri dengan berfokus pada cara bagaimana anggota kelompok berhubungan
satu sama lain dalam suatu situasi dimana didorong untuk mengungkapkan
perasaan-perasaan secara terus terang. Teknik ini tidak berlaku bagi orang yang
mengalami masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada
orang yang menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan
pribadi, meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan
perasaan-perasaan mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan
orang lain. Encounter groups berusaha
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan yang intensif atau
konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang yang baru.
d. Behavioral
Techniques: Banyak teknik behavior seperti
modeling, pelatihan keterampilan, memecahkan masalah dan relaksasi juga
digunakan dalam terapi kelompok. Misalnya, dalam kelompok pelatihan asertif,
peserta dijelaskan situasi di mana mereka ingin menjadi lebih tegas. Peserta
akan mendapatkan ide-ide untuk bagaimana menangani situasi. Situasi dapat
dilatih berulang-ulang sampai peserta merasa puas dengan kemampuannya untuk
berperilaku asertif.
e. Dance
and Art Therapy: untuk mendorong kesadaran tubuh,
gerakan kreatif, dan interpersonal empati. Anggota dikelompokkan secara berpasang-pasangan.
Satu orang mengambil peran sebagai pemimpin, dan pengikutnya mencoba untuk
menjadi bayangan cermin dari pemimpin, mengikuti gerakan pemimpin semirip
mungkin. Selain itu terdapat teknik mematung, yaitu teknik terapi seni di mana
peserta diminta untuk mematung. Teknik mematung ini merupakan representasi dari
diri mereka sendiri, keluarga mereka, dunia mereka, masalah mereka, dan
kemudian menceritakan hasil dengan anggota kelompok lainnya.
Sumber:
Brammer,
L. M. (1994). Therapeutic psychology fndamentals of counseling and
psychotherapy 5th ed. New Jersey: Prentice Hall.
Gunarsa,
Singgih. (2012). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK
Mashudi,
F. (2013). Psikologi konseling. Yogyakarta: IRCiSoD.
Semiun,
Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Sunardi.
P & Assjari, M. (2008). Teori konseling. Bandung: PLB FIP UPI.
http://konseling.umm.ac.id/page/id-file_home_2917-13.pdf