Rabu, 14 Desember 2016

Between Dream, Hope, and Goal..

Mimpi...

Semua orang memiliki mimpi.. Bahkan terkadang, mimpi itu tumbuh sejak mereka masih anak-anak. Ada diantara mimpi-mimpi masa kecil yang terwujud saat dewasa, ada pula yang kian berganti seiring berjalannya waktu menginjak dewasa.. Mimpi itu terdapat harapan dan tekad mereka.. Mimpi dapat menjadi tujuan mereka, atau tetap menjadi sebuah mimpi.. Itu tergantung pada harapan dan tekad mereka terhadap mimpi mereka..

“Apa kau tahu? Jika kau mempunyai mimpi, terkadang itu benar-benar menyakitkan.. dan tapi terkadang membuat kita menjadi sangat semangat..” Begitulah yang saya dengar dari percakapan di suatu film. Ya, menyakitkan jika kita takut tidak bisa mewujudkannya, tetapi menjadikan kita sangat semangat, karena berarti “kita harus mewujudkannya, kalau tidak ingin terasa menyakitkan”...

Sejak masa kanak-kanak, saya memiliki banyak mimpi.. Mimpi terbesar saya saat anak-anak adalah ingin menjadi masinis. Ya, saya sangat menyukai kereta, baik itu kereta up, diesel, atau listrik. Dulu saat saya diboncengi ayah saya dengan sepeda motor, saya sangat bahagia bila berhenti didepan palang pintu perlintasan kereta api. Jantung saya berdebar-debar saat saya melihat kereta lewat didepan saya. Tetapi karena suatu hal, saya ‘mengubur dalam-dalam’ mimpi saya menjadi masinis.

Seiring berjalannya waktu, saya benar-benar sudah melupakan mimpi saya itu walaupun saya tetap menyukai kereta seperti dulu. Lalu saat SMA, saya mulai memiliki mimpi baru.. yaitu menjadi anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), karena saya senang melihat anak-anak bahagia. Mungkin mimpi saya ini lah yang menjadi salah satu alasan saya memilih jurusan Psikologi. Selain mimpi itu, saya memiliki beberapa mimpi yang lain. Sewaktu kecil saya sangat senang menggambar dan sangat senang melihat album foto, maka dari itu, waktu itu saya mempunyai mimpi menjadi seorang animator dan fotografer.

Tetapi ntah kenapa, seiring berjalannya waktu.. Saya mungkin menghilangkan mimpi-mimpi itu dan menyebutnya dengan kata “tujuan”, dengan sedikit ‘merombak’nya, seperti mimpi “menjadi anggota KPAI”, yang menjadi “membahagiakan dan mewujudkan mimpi anak-anak”, walaupun bukan sebagai anggota KPAI. Sedangkan “mimpi menjadi fotografer” pun saya jadikan sebuah tujuan, yaitu dengan memotret di bidang sosial dan panorama, walaupun itu bukanlah suatu pekerjaan.. Disamping semua tujuan itu, saya memiliki tujuan prioritas saat ini, yaitu saya ingin cepat menyelesaikan pendidikan S1 saya, ingin mendapat pekerjaan yang baik dan halal, mendirikan usaha dan lapangan pekerjaan, membuat TPQ bagi anak-anak, dan melakukan suatu perjalanan.. Ya, suatu perjalanan ke suatu atau beberapa tempat untuk menyelesaikan urusan saya dan membuktikan suatu hal..

Begitulah sedikit cerita mengenai mimpi saya yang ambigu  dan tidak jelas ini..

Jika kau memiliki mimpi, jangan biarkan mimpi itu tetap menjadi sebuah mimpi, tetapi ubahlah mimpi itu menjadi sebuah tujuan.. lalu..

Wujudkanlah..

Rabu, 09 November 2016

Kasus Kecanduan Game Offline/Online

Kasus kecanduan game pada anak memang sudah sangat banyak dan sangat memprihatinkan. Seperti pada tahun 2012 akhir, di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grogol, sudah empat remaja yang dirawat karena kecanduan game (Pramudiarja, 2012). Belum pula di Surakarta, koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, mengatakan, dalam enam bulan terakhir, di Surakarta ada tujuh anak yang melakukan pencurian demi bisa bermain game online. “Sebagian di antaranya saat ini kami dampingi,” katanya di sela aksi menyambut Hari Anak Nasional, Minggu, 1 Juli 2012.
            Contohnya pada remaja yang dirawat di RSJ Soeharto Heerdjan, atau yang lebih dikenal RSJ Grogol. Sebut saja namanya Budi, ia remaja berusia 17 tahun (pada tahun 2012) yang sebenarnya anak yang berprestasi di sekolahnya. Tetapi karena kecanduan game, Budi tidak pernah bisa lepas dari permainan video game yang memang sudah menjadi kegemarannya sejak masih kecil. Saking asyiknya memainkan video game, Budi mulai menarik diri dari pergaulan dan sering bolos sekolah. Orangtua yang merasa khawatir berusaha melarang, namun ketika video gamenya diambil, maka Andi mulai kehilangan kontrol lalu ngamuk-ngamuk.
"Pandangan matanya jadi hostile kalau dilarang main video game. Tatapannya memusuhi," tutur dr Suzy Yusna Dewi, SpKJ(K), Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Grogol saat ditemui dalam kunjungan media di tempat kerjanya, Jumat (5/10/2012).
Kasus ini sudah banyak terjadi di Indonesia, bahkan sampai ada yang nekat mencuri sepeda motor, seperti halnya yang dilakukan oleh Dogol (nama samaran) yang berusia 15 tahun. Bocah pria putus sekolah ini bisa larut seharian di warung internet (warnet) sembari memolototi layar monitor komputer. saat Dogol mencoba mencuri sepeda motor terpakir di halaman rumah warga, kawasan Margaasih, Kecamatan Andir, Kota Bandung. Modusnya mengeser-geser motor tanpa merusak kunci kontak. Namun ketika sudah beberapa langkah menggeser motor, aksinya tepergok warga. Dogol akhirnya mengaku hendak mencuri, dan langsung diamankan ke Mapolsek Andir.
                Kasus seperti Budi dan Dogol sudah sangat memprihatinkan, dan dalam hal ini peran orang tua sangatlah penting. Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, mengakui penggunaan Internet memang tidak sepenuhnya punya dampak buruk. Itulah perlunya peran orang tua mengawasi kegiatan anak di depan komputer. “Dampingi anak-anak saat mengakses Internet. Selain itu, beri batasan waktu,” kata Dian. (Primartantyanto, 2012).
            Menurut Dian, solusi dalam mengatasi kecanduan game online (dapat pula untuk game offline) yaitu agar orang tua memberikan alternatif kegiatan pada anak. Anak usia 7-18 tahun semestinya bisa melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat daripada sekadar menghabiskan waktu bermain game online. Lain lagi menurut Juliani Prasetyaningrum, psikolog dari Universitas Muhammadiyah. Ia menyarankan orang tua untuk secara intens menjalin komunikasi dengan anaknya. Kemudian mengubah cara berkomunikasi, dari semula selalu menuntut, beralih menjadi pendamping dan teman bagi si anak. “Kuncinya di orang tua dan keluarga, yang memang sering berinteraksi dengan anak-anak,” ujarnya.
            Jika tadi telah dibahas solusi mengatasi kecanduan game online dari keluarga, RSJ Grogol pun mempunyai tindakan, yaitu dengan cara dilakukannya treatment, antara lain terapi perilaku dan bisa diberikan obat-obatan antipsikotik jika diperlukan.
Sumber:

Selasa, 11 Oktober 2016

Pendahuluan Sistem Informasi Psikologi


A.  Pengertian Sistem Informasi
Apa itu sistem informasi? Sistem informasi terdiri dari 2 kata, yaitu “Sistem” dan “Informasi.
Sistem adalah kumpulan elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem merupakan perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
       Elemen dari sistem meliputi:
-          Input
-          Proses
-          Output
















Sistem sendiri memiliki karakteristik, yaitu:
-          Memiliki komponen,
-          Memiliki batasan (boundaries),
-          Memiliki lingkungan (environment),
-          Memiliki interface,
-          Memiliki input,
-          Memiliki output,
-          Memiliki pengolah,
-          Memiliki sasaran atau tujuan

Informasi dapat berarti data yang telah diperoses, telah memiliki sebuah makna dan ditempatkan pada suatu konteks tertentu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Informasi dapat diartikan sebagai penerangan; pemberitahuan; dan kabar atau berita tentang sesuatu.

Setelah mengetahui definisi dari “Sistem” dan “Informasi”, lalu apa itu Sistem Informasi?

Menurut Henry Lucas, sistem informasi adalah suatu kegiatan dari prosedur – prosedur yang diorganisasikan, bilamana dieksekusi akan menyediakan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian di dalam.
Sedangkan menurut Bodnar dan Hopwood, sistem informasi adalah kumpulan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang dirancang untuk mentransformasikan data ke dalam bentuk informasi yang berguna.
Sistem informasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
-       Sistem informasi manual
-       Sistem informasi berbasis komputer (CBIS), yang selanjutnya disebut Sistem Informasi (SI) saja adalah jenis sistem informasi yang menggunakan komputer.
Komponen sistem informasi:
-       Komponen input
Data yang yang masuk ke dalam sistem informasi.
-       Komponen model
Kombinasi prosedur, logika, dan model matematika yang memproses data yang tersimpan di basis data dengan cara yang telah ditentukan untuk menghasilkan ‘keluaran’ yang diinginkan.
-       Komponen output
Informasi yang berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen serta semua pemakai sistem.
-       Komponen teknologi
Alat dalam sistem informasi yang digunakan untuk menerima input, menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan mengirimkan output dan memantau pengendalian sistem.
-       Komponen basis data
Kumpulan data yang saling berhubungan yang tersimpan di dalam komputer dengan menggunakan software database.
-       Komponen kontrol
Pengendalian yang dirancang untuk menanggulangi gangguan terhadap sistem informasi.
Beberapa contoh sistem informasi:
-          Sistem P.O.S (Poinf of Sale)
-          Sistem Informasi SDM
-          Sistem Informasi Kedokteran/Medis
-          Sistem Informasi Psikologi
Nah, yang akan dibahas disini adalah Sistem Informasi Psikologi.
B.  Sistem Informasi Psikologi
Tadi kalian telah tahu pengertian dari sistem informasi, dalam “Sistem Informasi Psikologi terdapat kata “Psikologi”. Lalu apa itu Psikologi?
Ditinjau dari segi bahasa, kata psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa, dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang jiwa atau ilmu jiwa (Basuki, 2008).
Menurut Plotnik (dalam Basuki, 2008), psikologi merupakan studi yang sistematik dan ilmiah tentang perilaku dan proses mental.
Menurut Wundt (dalam Basuki, 2008), psikologi merupakan ilmu tentang kesadaran manusia. Keadaan jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi adalah kajian ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi perilaku dan proses mental / jiwa.

Jadi intinya, sistem informasi psikologi itu apa sih?

    Jadi, Sistem informasi psikologi adalah suatu bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara ilmu psikologi itu sendiri dalam kaitannya dengan penggunaan komputer  dan aplikasinya dalam bidang psikologi. Atau dalam hal lain, sistem informasi psikologi merupakan sistem yang menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang dapat dijadikan untuk meningkatkan pengguna dalam pengambilan keputusan terhadap suatu penelitian, perencanaan, ataupun pengelolaan.

Beberapa contoh dari Sistem Informasi Psikologi adalah sebagai berikut:
-       Tes IQ
-       Konseling online (anak-anak, remaja, wanita, dll)
-       Tes Rorschach (tes kepribadian dengan bercak tinta)
-    Alat tes psikologi dalam bentuk software yang digunakan untuk seleksi calon karyawan agar lebih cepat dan efisien.

Sekian penjelasan mengenai Sistem Informasi Psikologi dari penulis, mohon maaf jika ada kekurangan dalam penulisan atau materi yang disampaikan.

Terima kasih.

Referensi:
Basuki, A.M. Heru. (2008). Psikologi umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Dimas. (2015). Pengertian si (sistem informasi). Diambil dari http://www.kompasiana.com/dimasosd/pengertian-si-sistem-informasi_55291077f17e6126268b48b6  pada 11 Oktober 13.40 WIB.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diambil dari http://kbbi.web.id/ pada 11 Oktober 2016 pukul 13.50 WIB
Kurniawati, Ana. Sistem informasi psikologi. Diambil dari http://ana.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.14 pada 11 Oktober 2016 pukul 13.48 WIB. 

Minggu, 19 Juni 2016

Tugas 4. Review Psikoterapi



11.   Terapi Psikoanalisis (Sigmund Freud)
Terapi ini merupakan terapi yang bertujuan untuk menghilangkan konflik-konflik yang ada dalam diri seseorang yang berasal dari pengalaman masa lalu orang tersebut.Terapi ini terkait dengan pandangan Freud, diantaranya adalah kesadaran – ketidaksadaran dan struktur kepribadian (id, ego, superego). Teknik yang digunakan dalam terapi ini yaitu asosiasi bebas, penafsiran, transferensi, analisis mimpi, analisis transferensi dan resistensi.

Kelebihan:
Dapat memungkinkan untuk mengungkap konflik-konflik yang terjadi pada masa lalu klien yang lama terpendam di dalam dirinya dan secara tidak sadar menjadi suatu penyebab dari permasalahan yang klien alami saat ini.

Kekurangan:
Hanya berpusat dan berfokus pada masalah-masalah yang disebabkan dari konflik masa lalu klien.

22.  Terapi Humanistik – Eksistensialis
Terapi ini berfungsi untuk membantu klien agar dapat memaksimalkan kesadaran diri akan potensi-potensi yang dimilikinya untuk terus mengembangkannya sehingga klien dapat bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri. Teknik yang digunakan dalam terapi ini diantaranya yaitu penerimaan, memahami, memberi dorongan, memantulkan pernyataan dan perasaan klien, serta bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.

Kelebihan:
Dapat membantu klien untuk memilih cara-cara dalam menentukan arah hidupnya secara bebas dengan menyadari potensi - potensi yang dimilikinya sehingga klien dapat bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan.

Kekurangan:
Hanya berfokus dalam menyadari potensi – potensi agar dapat menentukan arah hidup, tanpa mencari permasalahan yang menjadi penyebab konflik yang dialami klien.

33.   Person Centered Therapy (Carl Rogers)
Terapi ini digunakan untuk membantu klien dalam menyadari kenyataan akan kondisi / keadaan dirinya saat ini agar klien dapat mengatasi masalah yang muncul dengan kemampuan yang dimiliki. Terapis harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu klien, yaitu congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic understanding.

Kelebihan:
Dapat membantu klien dalam menyadari, memahami dan menerima kenyataan akan kondisi atau keadaan yang ada agar klien dapat mandiri dan tidak tergantung pada terapis dalam menyelesaikan masalah klien.
Kekurangan:
Hanya berfokus pada masalah yang dimunculkan karena karakter diri klien, tidak melihat pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan masalah bagi konsep diri klien.

44.   Logotherapy (Viktor Frankl)
Terapi ini digunakan dalam membantu klien untuk memahami potensi rohaniah yang secara terabaikan atau terlupakan dan menyadarinya serta membangkitkannya agar klien dapat kokoh dalam menghadapi masalah dan secara sadar mengembangkannya untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna. Teknik-teknik yang digunakan pada terapi ini adalah dengan intensi paradoksikal, de-refleksi, bimbingan rohani, dan analisis eksistensial.

Kelebihan:
Membantu klien agar dapat menemukan arti kehidupan yang bermakna sehingga tidak putus asa saat menghadapi masalah.

Kekurangan:
Sudut pandang dalam melihat makna dari setiap permasalahan yang dihadapi klien bersifat subjektif sehingga sulit untuk menemukan makna dari permasalahan yang ada.

55.  RET / Rational Emotive Therapy (Albert Ellis)
Terapi ini digunakan untuk membantu klien dalam menyadari pemikirannya bersifat tidak rasional  (irrational)dan mengubah pemikiran irasionalnya tersebut menjadi pemikiran yang lebih positif dan rasional dalam menanggapi suatu hal. Teknik yang digunakan dalam RET adalah dengan teknik-teknik kognitif (yang berupa pengajaran, persuasif, konfrontasi dan pemberian tugas), teknik-teknik emotif (diantaranya dengan role playing dan self modeling) serta teknik-teknik perilaku (dengan melalui penerapan prinsip penguatan / reinforcement, social modeling dan relaksasi).

Kelebihan:
Dapat membantu klien keluar dari pemikiran yang tidak rasional yang menyebabkan klien sulit memikirkan hal yang lebih positif dalam menanggapi suatu hal di kehidupannya.

Kekurangan:
Terkadang sesuatu hal yang dianggap tidak rasional bagi setiap orang berbeda-beda (bersifat subjektif), sehingga dapat menimbulkan kesalahan dalam menganalisa masalah klien.

66.  Terapi Perilaku (Pavlov dan Skinner)
Terapi ini digunakan untuk menghilangkan tingkah laku klien yang maladaptive dan menggantinya dengan tingkah laku baru yang lebih sesuai. Teknik yang digunakan dalam terapi perilaku berdasarkan 4 metode behavioral, yaitu dengan disensitisasi sistematis, latihan asertif, terapi aversi, penghentian pikiran, kontrol diri dan pekerjaan rumah.

Kelebihan:
Terapi ini dapat memberikan suatu pandangan bahwa permasalahan klien dapat bersumber dari perilaku yang diperbuat klien, tidak hanya berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu klien.

Kekurangan:
Pola perilaku baru terkadang berkebalikan dengan karakter pribadi klien dan karena klien sulit beradaptasi dapat menjadi menyiksa bagi klien.

77.  Terapi Kelompok / Group Therapy
Terapi ini melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan untuk memfokuskan diri pada kesadaran dan pengertian diri sendiri, memperbaiki hubungan interpersonal, serta perubahan tingkah laku. Teknik yang digunakan dalam terapi kelompok ini sendiri adalah dengan melakukan psikodrama, role playing, encounter groups, behavioral techniques, atau dengan dance and art therapy.

Kelebihan:
Terapi ini dapat membantu dalam memberikan pandangan yang lebih luas dalam menghadapi masalah dari setiap anggota karena dilakukan secara berkelompok sehingga dapat memunculkan alternatif yang lebih luas dan lebih banyak dalam memecahkan masalah.

Kekurangan:
Terkadang anggota sulit dalam menjalin hubungan dengan anggota lain karena adanya perbedaan pola pikir, karakter, ataupun budaya antar masing-masing anggota yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan terhadap anggota lain.

Minggu, 05 Juni 2016

Tugas 3. Rational Emotive Therapy (RET), Terapi Perilaku dan Terapi Kelompok



A.    Rational Emotive Therapy (RET)
1.      Konsep Dasar RET
Tokoh utama dari Relative Emotional Therapy  adalah Albert Ellis. RET dibangun berdasarkan filosofi bahwa “apa yang menganggu jiwa manusia bukanlah peristiwa-peristiwa, tetapi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka terhadap peristiwa-peristiwa tersebut.” Terkait dengan peristiwa, hal yang menjadi fokus RET adalah memusatkan peristiwa yang terjadi saat ini dan bagaimana reaksi terhadap peristiwa tersebut. RET tidak memusatkan perhatian pada peristiwa-peristiwa masa lalu di mana hal ini sejalan dengan ketidakpuasan Albert terhadap teori psikoanalisa.
Teori RET ini memiliki asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki potensi rasional dan irasional di dalam dirinya. Albert Ellis menyatakan bahwa secara alamiah manusia adalah irasional, mengalahkan dirinya sendiri, sehingga perlu pemikiran dengan cara-cara lain. Seseorang berperilaku tertentu karena ia percaya harus bertindak dalam cara itu. Sedangkan gangguan emosional terletak pada keyakinan irasional. Dengan kata lain keyakinan irrasional lah yang menyebabkan gangguan emosional. RET juga sering disebut sebagai pendekatan konseling A-B-C-D-E. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa manusia membentuk emosi dan perilakunya berdasarkan pikiran  dan filsafat yang ditemukannya sendiri yang dibentuk oleh lingkungan sosialnnya.

2.      Tujuan RET
Menurut Thomson dan Rudolf (1983) tujuan dari terapi RET antara lain:
- Mengajarkan untuk berpikir secara personal lebih puas dalam cara-cara merealisasikan pilihan-pilihan antara kebencian diri dan perilaku negatif
- Meningkat kepada perilaku positif dan efisien

Tujuan utama terapi tersebut antara lain:
-Membantu klien memahami kepercayaan irasionalnya
-Merubah pemikiran yang lebih positif dan rasional
-Membantu anak menjadi evaluator atas dirinya sendiri

3.      Teknik – Teknik RET
a.       Teknik-Teknik Kognitif, adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien, yang meliputi :
- Pengajaran : menunjukkan betapa tidak logisnya cara berpikir klien sehingga menimbulkan gangguan emosi dan mengajarkan caraa-cara berpikir yang lebih positif dan rasional.
- Persuasif : melalui berbagai argumentasi untuk mengubah pandangan yang keliru
- Konfrontasi : menyerang ketidakrasionalan berpikir klien dan membawanya ke arah berfikir yang lebih rasional.
- Pemberian tugas : memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.
b.      Teknik-Teknik emotif, adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Dalam teknik ini klien harus diterima tanpa syarat. Termasuk teknik ini diantaranya adalah sosiodrama, role playing, modeling, ataupun self modeling, latihan asertif, humor, dan latihan melawan rasa malu.
c.       Teknik-Teknik Perilaku, digunakan untuk mengubah tingkah laku klien yang tidak diinginkan. Termasuk teknik adalah melalui penerapan prinsip penguatan (reinforcement), teknik pemodelan sosial (social modelling), serta relaksasi.

B.     Terapi Perilaku (Behavior Therapy)
1.      Konsep Dasar Terapi Perilaku
Teori terapi behavioral  berasal dari konsepsi yang dikembangkan oleh hasil-hasil penelitian psikologi eksperimental. Terutama dari Pavlov dengan classical conditioning-nya dan B.F Skinner dengan operant conditioning-nya yang menurut mereka berguna untuk pemecahan masalah-masalah tingkah laku abnormal dari yang sederhana. Berbeda dengan teori psikoanalisa yang menekankan pentingnya perilaku klien dalam kaitannya dengan pengalaman hidup masa lampau, dalam teori behavioral lebih menekankan kepada perilaku klien di sini dan saat ini. Artinya, bahwa perilaku individu yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh suasana lingkungan pada saat ini.
Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar,sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar. Dengan demikian, teori behavioral pada hakekatnya merupakanaplikasi prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis dalam usaha menyembuhkan tingkah laku yang diperoleh melalui hasil belajar yang kelirudan karenanya harus dirubah melalui proses belajar,sehingga dapat lebih sesuai.

2.      Tujuan Terapi Perilaku
Tujuan utama terapi behavioral adalah menghilangkan tingkah laku yang maladaptif dan menggantikannya dengan tingkah laku baru yang lebih sesuai, seperti menghapus pola perilku maladaptif anak dan membantu mempelajari pola-pola tingkah laku yang lebih konstruktif, mengubah tingkah laku maladaptif anak, serta menciptakan kondisi baru yang memungkinkan terjadinya proses belajar ulang.

3.      Teknik – Teknik Terapi Perilaku
Krumboltz mengemukakan bahwa terdapat empat metode dalam konseling behavioral, yaitu:
-          Operant Learning : Metode dimana penguatan yang dapat menghasilkan perilaku yang diharapkan, serta pemanfaatan situasi di luar klien yang dapat memperkuat perilaku klien yang dikehendaki.
-          Unitative Learning atau Social Modelling : Metode dimana terapis perlu merancang perilaku adaptif yang dapat dijadikan model bagi klien, dapat melalui rekaman, pengajaran terprogram, video, fil, atau biografi orang.
-          Cognitive Learning : Metode yang banyak menekankan pentingnya aspek perubahan kognitif klien.
-          Emotional Learning : Metode ini digunakan untuk individu yang mengalami kecemasan melalui penciptaan situasi rileks. 
Sedangkan teknik yang biasa digunakan dalam keempat pendekatan atau metode diatas, antara lain:
-          Disentisisasi sistemats, yaitu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan.
-          Latihan asertif, yaitu latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan, dengan cara mempertahankan hak dan harga dirinya. Latihan ini tepat untuk anak-anak yang sulit berkata “tidak” tidak dapat menyatakan kemarahannya, atau merasa tidak punya hak untuk menyatakan pikiran dan perasaannya.
-          Terapi aversi, digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menghukum perilaku negatif dan memperkuat perilaku positif dengan meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut bersamaan dengan stimulus yang merugikan dirinya.
-          Penghentian pikiran, efektif digunakan untuk klien yang sangat cemas.
-          Kontrol diri, untuk meningkatkan perhatian pada anak tugas-tugas tertentu melalui prosedur self assessment, mencatat diri sendiri, menentukan tindakan diri sendiri, dan menyusun dorongan diri sendiri.
-          Pekerjaan rumah, yaitu dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.

C.     Terapi Kelompok (Group Therapy)
1.      Konsep Dasar Terapi Kelompok
Terapi Kelompok adalah terapi yang melibatkan satu kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh terapis untuk memfokuskan pada kesadaran dan pengertian diri sendiri, memperbaiki hubungan interpersonal, serta perubahan tingkah laku.  Terapi ini diperkenalkan sebagai cara untuk memahami hubungan antara proses kelompok dan pembelajaran indivudual.

2.      Tujuan Terapi Kelompok
Tujuan terapi kelompok, antara lain individualisasi, untuk mengembangkan rasa memiliki, mengembangkan kemampuan dasar untuk berpartisipasi, untuk meningkatkan kemampuan untuk memnerikan kontribusi pada keputusan melalui pemikiran rasional dan penjelasan kelompok, meningkatkan kemampuan respek terhadap keberbedaan orang lain serta untuk mengembangkan iklim sosial yang hangat dan penuh penerimaan.

3.      Teknik – Teknik Terapi Kelompok
a.      Psikodrama: variasi terapi kelompok dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional di depan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya, dengan tujuan membantu seorang pasien atau sekelompok pasien untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan peran, drama, atau terapi tindakan, dengan mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, pperasaan bersalah, dan kesedihan.
b.      Role Playing: variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara (drama) dan banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok, seperti ruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan industri dan dalam pertemuan-pertemuan latihan (training)
c.    Encounter Groups: bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada cara bagaimana anggota kelompok berhubungan satu sama lain dalam suatu situasi dimana didorong untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara terus terang. Teknik ini tidak berlaku bagi orang yang mengalami masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi, meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain. Encounter groups berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui pertemuan-pertemuan yang intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang yang baru.
d.      Behavioral Techniques: Banyak teknik behavior seperti modeling, pelatihan keterampilan, memecahkan masalah dan relaksasi juga digunakan dalam terapi kelompok. Misalnya, dalam kelompok pelatihan asertif, peserta dijelaskan situasi di mana mereka ingin menjadi lebih tegas. Peserta akan mendapatkan ide-ide untuk bagaimana menangani situasi. Situasi dapat dilatih berulang-ulang sampai peserta merasa puas dengan kemampuannya untuk berperilaku asertif.
e.  Dance and Art Therapy: untuk mendorong kesadaran tubuh, gerakan kreatif, dan interpersonal empati. Anggota dikelompokkan secara berpasang-pasangan. Satu orang mengambil peran sebagai pemimpin, dan pengikutnya mencoba untuk menjadi bayangan cermin dari pemimpin, mengikuti gerakan pemimpin semirip mungkin. Selain itu terdapat teknik mematung, yaitu teknik terapi seni di mana peserta diminta untuk mematung. Teknik mematung ini merupakan representasi dari diri mereka sendiri, keluarga mereka, dunia mereka, masalah mereka, dan kemudian menceritakan hasil dengan anggota kelompok lainnya.
Sumber:
Brammer, L. M. (1994). Therapeutic psychology fndamentals of counseling and psychotherapy 5th ed. New Jersey: Prentice Hall.
Gunarsa, Singgih. (2012). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK
Mashudi, F. (2013). Psikologi konseling. Yogyakarta: IRCiSoD.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Sunardi. P  & Assjari, M. (2008). Teori konseling. Bandung: PLB FIP UPI.
http://konseling.umm.ac.id/page/id-file_home_2917-13.pdf