Jumat, 15 April 2016

Tulisan 2. Contoh Kasus dan Penerapannya dalam Logoterapi

A adalah Seorang mahasiswi di perguruan tinggi swasta. Ia mempunyai fobia dengan semua jenis kucing, walaupun menurut orang lain kucung tersebut lucu dan menggemaskan. A mengalami fobia dikarenakan ia pernah dicakar oleh kucing liar di sekitar rumahnya saat ia masih anak-anak. Awalnya, A hanya takut jika menyentuh kucing, tetapi karena ia pernah melihat 2 kucing yang bertengkar di dekatnya, A jadi semakin takut terhadap kucing, bahkan kucing tersebut berjarak kurang lebih 1 meter di dekatnya. Saat ketakutan melihat kucing, nafas A langsung tidak beraturan, jantungnya berdebar, berkeringat dingin dan berlari sejauh mungkin dari kucing tersebut. A pun jadi terganggu karena tidak dapat bermain ke rumah sahabatnya yang justru sangat menyukai kucing. A juga terganggu jika bertemu kucing saat ia sedang beraktifitas.

Analisis kasus:
Dari contoh kasus diatas, fobia A dapat ditangani dengan logoterapi, yaitu dengan teknik intensi paradoksikal (paradoxical intention). Dengan teknik ini, A akan dibantu untuk mengubah sikapnya yang semula ketakutan melihat dan berada di dekat kucing menjadi akrab dengan kucing.

Sumber:

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-bakhtiyarz-565-Bab3_110-2.pdf

Tugas 2. Terapi Humanistik-Eksistensialis, Person Centered Therapy, dan Logoterapi



A.      Terapi Humanistik Eksistensialis

1.   Konsep dasar pandangan humanistik eksistensial tentang perilaku / kepribadian
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
a.    Kesadaran Diri, 
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b.   Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan. 
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
c.    Penciptaan Makna.
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.

2.    Unsur-Unsur Terapi Humanistik Eksistensialis
a.    Munculnya Gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.

b.   Tujuan Terapi
1)      Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
2)      Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien     menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
3)      Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.

c.    Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
1)      Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
2)      Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
3)      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4)      Berorientasi pada pertumbuhan
5)      Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
6)      Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
7)      Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8)      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9)      Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

3.    Teknik-Teknik Terapi Humanistik Eksistensialis
Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terpis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu sisi, mereka menggunakan teknik seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas kekurangan yang diderita klien sehabis konseling), asosiasi bebas, atau restrukturisasi kognitif, dan mereka mungkin mendapatkan pemahaman dari konselor yang berorientasi lain. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi.
Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
1)   Penerimaan
2)   Rasa hormat
3)   Memahami
4)   Menentramkan
5)   Memberi dorongan
6)   Pertanyaan terbatas
7)   Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
8)   Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
9)   Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.

B.       Person Centered Therapy (Rogers)

1.      Konsep Dasar Pandangam Carl Rogers tentang Perilaku / Kepribadian
Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus-menerus antara organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut :
a.      Kecenderungan Mengaktualisasi
Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.
b.      Penghargaan Positif dari Orang Lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang- orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.
c.       Person yang Berfungsi Utuh
Individu yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik.

2.      Unsur-Unsur Terapi Person Centered Therapy
a.      Munculnya Masalah atau Gangguan
Apabila kodrat alamiah organismik yang potensial seperti sifat konstruktif, realistik, progresif, dapat dipercayai, dan potensial untuk berkembang tidak dihalangi maka aka berkembang sepenuhnya sehingga mampu berfungsi sebagai fully human being. Sedangkan yang tidak berkembang maka hidupnya tidak selaras dengan kodrat alamiahnya.
b.      Tujuan Terapi
Mengembalikan klien kepada kehidupan perasaan dan mendorongnya untuk menemukan  feeling-selfnya yang asli. Membantu klien agar mampu membiarkan kehidupan perasaannya tanpa halangan dan dapat mensimbolisasikan pengalamannya dalam sebuah konsep diri yang lebih memadai.
c.       Peran Terapis
Peran utama terapis adalah membantu menyesuaikan konsep diri klien dengan seluruh pengalamannya agar pengalaman tersebut tidak dialami sebagai ancaman terhadap konsep dirinya, tetapi sebagai suatu yang dapat diintegrasikan dalam sebuah konsep diri yang luas dan perlunya menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mampu menemukan konsep dirinya yang benar, yang sepadan dengan kodratnya.

3.      Teknik-teknik Person Centered Therapy
Menurut Rogers (dalam Flanagan & Flanagan, 2004) terapis harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu klien, yaitu congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic understanding.
a.      Congruence
Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana terapis tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan terapeutik. terapis tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap klien.
b.      Unconditional positive regard
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku klien sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada klien.
c.        Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana terapis benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif klien. Tugas terapis adalah membantu kesadaran klien terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila terapis mampu menjangkau dunia pribadi klien sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh klien, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari klien, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.


C.      Logoterapi (Franki)

1.      Konsep Dasar Pandangan Franki tentang Perilaku / Kepribadian
Menurut Frankl, logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan salingmenunjang yaitu:
a.       Freedom of Will (bebas dari kemauan / berkeinginan)
Kebebasan yang dimaksud disini adalah suatu kebebasan untuk tetap berdiri / tegak apa pun kondisi yang dialami manusia. Disini manusia bebas untuk menentukan sikapnya menghadapi keadaan sekitarnya, bebas membuat rencana di luar kecenderungan somatik dan komponen-komponen psikisnya. Bebas dari kemauan tidak berarti bebas dari kondisi-kondisi biologis, fisik, sosiologis dan psikologis. Tapi lebih merupakan bebas untuk mengambil sikap bukan hanya menghadapi dunia, tetapi juga menghadapi diri sendiri.

b.      Will-to-meaning, yaitu suatu kemauan untuk menemukan arti hidupnya.
“Will to meaning” ini suatu dorongan kemauan dasar yang berjuang untuk mencapai arti hidup yang lebih tinggi untuk eksis didunia. Ia merupakan suatu dorongan yang mengendalikan manusia untuk menemukan arti dalam hidupnya. Will to meaning muncul dari keinginan pembawaan dasar manusia untuk memberikan sedapat mungkin nilai-nilai hidup manusia dalam dirinya.
c.       The meaning of life, yaitu arti hidup bagi seorang manusia.
Arti hidup yang dimaksudkan disini adalah arti hidup yang bukan untuk dipertanyakan, tetapi untuk direspon karena kita semua bertanggungjawab untuk suatu hidup. Respon yang diberikan bukan dalam bentuk kata- kata tapi dalam bentuk tindakan, dengan melakukannya.

2.      Unsur-Unsur Terapi Pada Logoterapi
a.       Munculnya Gangguan
-  Neurosis somatogenik, yaitu gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi
-  Neurosis psikogenik, yaitu gangguan perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis
-  Neurosis noogenik, yaitu gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna
b.      Tujuan Terapi
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
-  memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada padasetiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya
-  menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dandiabaikan bahkan terlupakan
-  memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamputegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

c.       Peran Terapis
-  Terapis harus menunjukkan kepada klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu.
-  Terapis berusaha membuat klien menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
-  Terapis tidak tergoda untuk menghakimi klien-kliennya, karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien melemparkan tanggung jawab kepada terapis untuk menghakiminya.

3.      Teknik-Teknik Terapi Pada Logoterapi
a.      Intensi Paradoksikal
Teknik ini pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien fobia(ketakutan irrasional). Dengan teknik ini, konselor mengupayakan agar klien yang mengalami fobia mengubah sikap dari ‘takut’ menjadi ‘akrab’ dengan objek fobianya.
b.      De-Refleksi
Teknik de-reflection adalah memanfaatkan kemampuan transendensidiri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yangtidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-halyang positif dan bermanfaat. Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadarikemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan. Ini merupakan suatu jenisdaya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan tersebut dapatdiungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna danberharga dari dalam diri klien. De-reflection tampaknya sangat bermanfaat dalam konselingbagi klien dengan pre-okupasi somatik, gangguan tidur, dan beberapa gangguan seksual,seperti impotensi dan frigiditas.
c.       Bimbingan Rohani (Medical Ministry)
Medical ministry merupakan salah satu metode logoterapi yang mula-mula banyak diterapkan dalam dunia medis, khususnya untuk kasus-kasus somatogenik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya prinsip-prinsip medical ministry diamalkan juga oleh profesi lain dalam kasus-kasus tragis non-medis yang tak dapat dihindari lagi. Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan insani untuk mengambil sikap (to take a stand) terhadap keadaan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi (Bastaman, 1996: 40)
d.      Eksistensial Analisis
Pendekatan eksistensial analisis ini sangat luas dan luwes, serta memberikan keleluasaan kepada para logoterapis untuk secara kreatif mengembangkan sendiri metode dan teknik-tekniknya (Bastaman, 1996: 41-42).


Daftar Pustaka
Buku
Corey, G. (2009). Theory and practice of counseling and psychotherapy. USA : Thomson Brooks/Cole.
Dagun, S.M. (1990). Filsafat eksistensialisme. Jakarta: Rineka Cipta.

Graham, H. (2005). Psikologi humanistik dalam konteks sosial, budaya, dan sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Flanagan, S. J., & Flanagan, S. R. (2004).  Counseling and psychotherapy theories in context and practice. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.

Internet
Nizar, M. (2014). Konseling eksistensial humanistik. https://www.scribd.com/doc/202049846/KONSELING-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK-pdf diakses tanggal 15 April 2016
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1-2005-bakhtiyarz-565-Bab3_110-2.pdf
https://www.scribd.com/doc/103040721/LOGOTERAPI